Jumat, 21 Januari 2011
Rabu, 19 Januari 2011
Electron- elektron jiwa terdiam hingga kembali menjadi eter saat kutatap wajahmu.
Lentera yang menerangi malam dan kegamanganpun menjadi tiada arti lagi saat cahayamu sungguh terimpi.
Nadir-nadir napas tersentak, berenti, menggumpal dibenak dada, menghimpitku pada kontemplasi keanggunan, saat kuakrabi jiwamu.
Amplitude geletar hati meninggi mencapai kulminasi saat segalanya tentangmu mulai ku kenali.
Putaran –putaran waktu terus mengiringi langkah mendamba perjumpaan abadi tanpa ilusi.
Untaian puisi terindah tak lagi mampu hiasi ruang perasaanku saat penyatuan jiwa terpisah raga terlalu terdamba.
Resonansi desah tercipta menjadi melodi terirama sejuk pagi saat bibir ini terpagut tasbih ketersilapan atas apapun darimu.
Nada angan memukau menjadi permata, saat hati tersentuh senyuman damaimu.
Aksara-aksarapun tersepuh menjadi emas, setiap kata yang terlahir dari nadir napasmu.
Materi-materi nyawa lebur dalam satu ensiklopedi sejarah pencarian suci.
Api-api angkara padam, saat aku terbakar sejukmu yang tak berambigu.
Selaksa kisah terbalut persaksian atas seluruh keAgungan.
Altar- altar pemujaan terbangun sacral disetiap kota batin, saat jiwa tlah rampung merajut situs yang tercecer dalam lumuran nanah.
Ritme tentang kesedihan tak lagi didengar , amsal angin yang bertiup pelan…. Dalam ilusi akal manusia.
Irama merdu, dendang keindahan syahdu dan senyuman dari alam syurga-lah yang kini terlekat sebagai babtisan kata suci diseluruh sendi denada hati- Setelah mampu kugapai, merengkuh utuh- Kesucian Cinta Abadi.
24-09-08
Temanku adalah teman dalam kesendirian
Bukan tarian-tarian ramai jenaka
Yang membuat aku tertawa terbahak
Temanku adalah teman dalam kebisuan
Bukanlah nyanyian- nyanyian merdu
Yang membuat syahdu denada qolbu
Temanku adalah teman dalam diam
Bukanlah cerita- cerita
Bukanlah kisah
Bukan pula saling mendengar deru angin
Antara satu dengan yang lain tentang luka
Suka dan bukanlah saling menyampaikan kata
Temanku adalah kau
Temanku adalah Aku
Temanku adalah Dia
Temanku adalah Mereka
Temanku adalah Siapa
Temanku adalah Kita
Temanku adalah kalian
Juga kami dan apapun
Tetapi dalam kesendirian mengulum kata
Sepotong prosa bisu
Namun kesendirian kita adalah makna
Dalam duka
Dalam cita
Dalam cinta
Mengalir lembut seperti darah dalam arteri dan vena
Mengalir tenang bagai peluh musafir
Mengalir suci laksana gangga yang disucikan dewa
Temanku adalah teman
Temanku adalah dalam abadi
Kekal bersemayam di kedalaman hati
19:00
29-01-09
Senin, 17 Januari 2011
Dikuil yang terbangun dari 25 cerita
Dengan menara setinggi 12 kisah
Waja-wajahku tak lagi serupa diriku
Kian hari, kian meninggi, kian jauh tangga kumeniti…
Kian tak kukenali diriku dengan seribu topeng teka-teki.
Dikuil suci 25 cerita kucoba rangkai syurga
Karena purnama telah tersenyum dengan sinar peraknya
Dimenara agung setinggi 12 kisah mencoba hunjamkan hakikat-hakikat, Karena hati terekat lingkaran sutra erat
Sejenak berenti memandangi bintang diatas ilalang jiwa
Aku mampu memuliakan Kuil suci dan Menara 12 kisah-ku
Dengan 7 rangkai nirvana dari satu cahaya
Aku tersenyum rekah dengan rekah putih mutiara
Namun….
16 cerita dari kuil suciku mengundang badai dua airmata
Kuil dan menaraku runtuh oleh 16 asa dari dua dilemma
Kini aku tergugu terpaku, menganga tak percaya
Sebab aku hanya mampu berjalan pandangi
Berjalan diantara reruntuhan Kuil 25 cerita
Menara 12 kisah
31 Oktober ‘08, 23;41
“ Nama-Mu seindah mega senja
Aura-Mu seharum melati
pagi tersiram embun
tersepuh mentari
lengkung garis-garis laku-Mu
semegah pelangi tengah hari
wajahmu seanggun mawar putih
disore hari
cintamu semurni mutiara
dalam bias kilauan cahaya ”
Para penyair meraung
melukiskan segalanya tentang-Mu
Semuanya berdusta….
Aku tak pernah menemukan-Mu
pada semua yang mereka lukiskan
sebab aku tahu
Engkau Takkan Pernah Tereka
30-10-08
Diantara babtisan rinai hujan
Merobek tabir-tabir
Dalam hampa urat malam mimpiku kian nyata menelusup ruang logika.
Menyeret. Kemudian menyudutkanku pada dinding
Ke-Agungan-Nya
Lafal luka seakan berkecamuk, tereja sempurna
Saat kerinduan menjadi rapalan mantra yang kian pudar
Berlanjut tanpa ujung, memangku damba dalam puncak jumpa
Dan puja.
Bersama hening senyap aku terkucil, mengerdil dari alam mungil
Hatiku tak lagi inginkan selain-Mu
Namun mimpi suri menggerogoti cinta hati yang panas
Mendamba percintaan seakan sempurna
Kecuali karena, oleh, dan untuk-Mu
Diantara babtisan rinai hujan
Menanti hujan kemustajaban-Mu mengguyur qolbu
Semaikan cinta tak
Ter-Luka
Ter-Fana
10 oktober 2008
Lalu kuseret bersama lelehan batin
Kutuliskan dalam kanvas
Hiburan-hiburan dengan tetesan, Mendung!
airmata bening nan hangat, Terbakar rengsa risau menggigit sunyi
Mencoba tinggalkan duka. Pikiranku kian menggulung awan
Berarak dibawah teriknya galau, Membredel sandi-sandi
Yang mengunci rahasia mimpi
Mencoba menghibur diri Melalui tangis, Gelinjang kegilaan
Saat seuntai jiwa kian tak berkuasa menanggung derita yang terhunjam dibilik nyawa
Derita yang sebetulnya ingin tersimpan rapat-rapat di peti jiwa
namun rongga dada tlah remuk redam
sebab gelegar luka yang musti kutangguhkan untuk bertahan.
30 oktober 08